LAPORAN PRAKTIKUM VEGETASI DAN TATAGUNA LAHAN
ACARA V DAN VI
ANALISIS VEGETASI
DISUSUN OLEH :
Kartika Ika Wihari (A0B011003)
Rangga H Permadi (A0B011008)
Dede Rismana S (A0B011020)
Rahmatika U.A.Z (A0B011024)
M Irfan Ilmy (A0B011043)
Tri Prihatiningsih (A0B011053)
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM D3 ILMU TANAH
PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai macam penggunaan lahan, mulai dari yang paling ekstensif misalnya agroforestri kompleks yang menyerupai hutan, hingga paling intensif seperti sistem pertanian semusim monokultur. Indonesia juga merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas (Heriyanto dan Garsetiasih, 2004).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1994 menyatakan bahwa potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya tersebut perlu dikembangkan dan dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat melalui upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, sehingga tercapai keseimbangan antara perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Keanekaragaman spesies, ekosistem dan sumberdaya genetik semakin menurun pada tingkat yang membahayakan akibat kerusakan lingkungan. Perkiraan tingkat kepunahan spesies di seluruh dunia berkisar antara 100.000 setiap tahun, atau beberapa ratus setiap hari. Kepunahan akibat beberapa jenis tekanan dan kegiatan, terutama kerusakan habitat pada lingkungan alam yang kaya dengan keanekaragam hayati, seperti hutan hujan tropik dataran rendah. Bahkan dalam kurun waktu dua setengah abad yang akan datang diperkirakan sebanyak 25% kehidupan akan hilang dari permukaan bumi. Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia yang mengarah pada kerusakan habitat maupun pengalihan fungsi lahan. Kondisi tersebut sangat mengkhawatirkan karena kita ketahui keanekaragaman hayati mempunyai peranan penting sebagai penyedia bahan makanan, obat-obatan dan berbagai komoditi lain penghasil devisa negara, juga berperan dalam melindungi sumber air, tanah serta berperan sebagai paru-paru dunia dan menjaga kestabilan lingkungan (Budiman, 2004).
Kepunahan keanekaragaman hayati sebagian besar karena ulah manusia. Kepunahan oleh alam, berdasarkan catatan para ahli hanya sekitar 9% dari seluruh keanekaragaman hayati yang ada dalam kurun waktu sejuta tahun. Saat ini, kepunahan keanekaragaman hayati di daerah tropis akibat ulah manusia mencapai 1.000 sampai 10.000 kali laju kepunahan yang terjadi secara alami (Alikodra dan Syaukani, 2004 dalam Widhiastuti, 2008).
Dalam mencegah berbagai masalah- masalah negatif yang disebabkan oleh manusia atau yang lainnya tersebut perlu adanya pemanfaatan ekologi tumbuhan di seluruh indonesia, atau penelitian hutan – hutan, tanaman masa kini, tanaman masa lampau dan tanaman masa akan datang, itu perlu di teliti dan di data secara statistik berupa vitalitas, prioditas dan stratifikasi.
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada.
Vegetasi sebagai salah satu komponen dari ekosistem yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi fakta lingkungan yang mudah di ukur dan nyata. Dalam mendeskripsikan vegetasi harus di mulai dari suatu titik padang bahwa vegetasi merupakan suatu pengelompokkan dari suatu tumbuhan yang hidup di suatu hidup tertentu yang mungkin di karakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya maupun oleh kombinasi dan struktur serta fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambaran vegetasi secara umum.
B. Tujuan
1. Mengetahui vegetasi penyusun komunitas yang diamati.
2. Menghitung kerapatan, kerimbunan, frekuensi, dan nilai penting.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian metode analisis vegetasi
Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat dimana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan dimana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan. (Soerianegara dan Inderawan, 1978).
Menurut Marsono (1977), vegetasi merupakan kumpulan tumbuh-tumbuhan biasanya terdisi dari beberapa jenis yang hidup bersama-sama pada suatu tempat. Dalam mekanisme kehidupan bersama tersebut terdapat interaksi yang erat, baik diantara sesama individu penyusun vegetasi itu sendiri maupun dengan organism lainnya sehungga merupakan suatu system yang hidup dan tumbuh serta dinamis.
Vegetasi, tanah dan iklim berhubungan erat dan pada tiap-tiap tempat mempunyai keseimbangan yang spesifik. Vegetasi di suatu tempat akan berbeda dengan vegatasi du tempat lain karena berbeda pula faktor lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan suatu system yang dinamis, selalu berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Di Indonesia perkembangan penelitian vegetasi sampai tahun 1980 telah dilaporkan oleh Kartawinata (1990), yang mengevaluasi pustaka yang ada mengenai vegetasi dan ekologi tumbuhan di Indonesia, menunjukkan bahwa bidang ini belum banyak diteliti.
Para pakar ekologi memandang vegetasi sebagau salah satu komponen dari ekosistem, yang dapat menggambarkan pengaruh dari kondisi-kondisi faktor lingkungan dari sejarah dan pada faktor-faktor itu mudah diukur dan nyata. Dengan demikian analisis vegetasi secara hati-hati dipakai sebagai alat untuk memperlihatkan informasi yang berguna tentang komponen-komponen lainnya dari suatu ekosistem. Ada dua fase dalam kajian vegetasi, yaitu mendeskripsikan dan menganalisa, yang masing-masing meghasilkan berbagai konsep pendekatan yang berlainan. Metode manapun yang dipilih, poin pentingnya adalah harus disesuaikan dengan tujuan kajian, luas, atau sempitnya yang ingin diungkapkan, keahlian dalam bidang botani dari pelaksana (dalam hal ini adalah pengetahuan dalam sistematik), dan variasi vegetasi secara alami itu sendiri (Webb, 1954).
Pakar ekologi dalam oengetahuan yang memadai tentang sitematik tumbuhan berkecenderungan untuk melakukan pendekatan secara floristika dalam mengungkapkan sesuatu vegetasi, yaitu berupa komposisi dan struktur tumbuhan pembentuk vegetasi tersebut. Pendekatan kajian pun sangat tergantung pada permasalahan apakah bersifat autekologi atau sinetologi, dan juga apakah menyangkut masalah produktivitas atau hubungan sebab akibat. Pakaratekologi biasanya memerlukan pengetahuan tentang kekerapan atau penampakan dari suatu spesies tumbuhan, sedangkan pakar sinekologi berkepentingan dengan komunitas yaitu problema yang dihadapi sehubungan dengan keterkaitan antara alam dengan variasi vegetasi. Pakar ekologi produktivitas memerlukan data tentang beray kering dan kandungan kalori yang dalam melakukannya sangat menyita waktu dan juag bersifat destruktif.
Deskripsi vegetasi juga memerlukan bagian yang integral denga kegiatan survey sumber daya alam, misalnya sehubungan denga inventarisasi kayu untuk balok dihutan, dan menelaan kapasitas tampung suatu lahan untuk tujuan ternak atau penggembalaan. Apakr tanah dan sedikit banyak pakar geologi dan pakar iklim tertarik dengan vegetasu sebagai ekspresi dari faktor-faktor yang mereka pelajari. Dalam mendeskripsikan suatu vegetasi haruslah dimulai dari suatu titik pandang bahwa vegetasu merupakan suatu pengelompokkan dari tumbuh-tumbuhan yang hidup bersama didalam suatu tempat tertentu yang mungkin dikarakterisasi baik oleh spesies sebagai komponennya, maupun oleh kombinasi dari struktur dan fungsi sifat-sifatnya yang mengkarakterisasi gambarab vegetasi secara umum atau fisiognomi.
Analisis vegetasu adalah suatu cara mempelajaru sususnan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasu dari tumbuh-tumbuhan . unsure struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi, dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis., diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penyusunan komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang strukutu dan komposisi suatu komunitas tumbuhan.
Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) yang dimaksud analisis vegeatsi atau studi komunitas adalah suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (stuktur) vegetasi aau masyarakat tumbuh-tunbuhan. Cain dan Castro (1959) dalam Soerianegara dan Indrawan (1978) menyatakan bahwa penelitian yang mengarah pada analisis vegeatsi, titik berat penganalisisan terletask pada komposisi jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan mengetahui sejumlah karakteristik tertentu diantaranya; kepadatan, frekuensi, dominasi, dan nilai penting.
Berdasarkan tujuan pendugaan kuantitatif komunitas vegetasi dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu :
1. Pendugaan komposisi vegetasi dalam suatu areal dengan baats-batas jenis dan membandingkan dengan areal lain atau areal yang sama namun waktu pengamatan berbeda.
2. Menduga tentang keragaman jenis dalam suatu areal.
3. Melakukan korelasi antara perbedaan vegetasu dengan faktir lingkungan tertentu atau beberapa faktor lingkungan (Greig – Smith, 1983).
Untuk mempelajari komposisi vegetasi perlu dilakukan pembuatan petak-petak pengamatan yang sifatnya permanen atau sementara. Menurut Soeranegara (1974) petak-petak tersebut dapat berupa petak tunggal, petak ganda ataupun berbentuk jalur atau dengan metode tanpa petak. Pola komunitas dianalisis dengan metode ordinasi yang menurut Dombois dan Ellenberg (1974) pengambilan sampel plot dapat dilakukan dengan random, sistematik atau secara subyektif atau faktor gradient lingkungan tertentu.
Dalam mengerjakan analusus vegetasu ada dua nilai yang diamati, yaitu nilai ekonomi dan nilai biologi. Nilai ekonomi suatu vegetasi dapat dilihat dari potensi vegetasi-vegetasi tersebut untuk mendatangkan devisa seperti vegetasi yang berupa pohon yag diambil kayunya atau vegetasi padang rumput yang dapay dijadikan sumber pakan, relung, ekologi (tempat istirahat, bercengkrama, bermijah beberapa jenis hewan), pengatur iklim, pengatur iklim, pengatur tata aliran air dan indicator untuk beberapa unsur tanah dan lain-lain. Dalam mempelajari vegetasi, dibedakan antara studi floristik dengan analisis vegetasi. Pada studi floristik data yang diperoleh berupa data kualitatif, yaitu data yag menunjukkan bagaimana habitus dan penyebaran suatu jenis tanaman. Sedangkan analisis vegetasi, data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif menyatakan jumlah, ukuran, berat kering, berat basah suatu jenis. Frekuensi temuan dan luas daerah yang ditumbuhinya. Data kuantitatif didapat dari hasil penjabaran pengamatan petak contoh lapangan, sedangkan data kualitatif didapat dari hasil pengamatan dilapangan berdasarkan pengamatan yang luas. Parameter kualitatif dalam pengamatan yaitu Fisiognomi, Fenologi, Periodisitas, stratifikasi, kelimpahan, penyebaran, daya hidup, dan bentuk pertumbuhan. Sedangkan parameter kuantitatif dalam pengamatan atau analisis ini adalah densitas, luas penutupan, indeks nilai penting (INP), dominasi, frekuensi, dan lain-lain.
Dengan sampling, seorang peneliti atau surveyor dapat memperoleh informasi atau data yang diinginkan lebih cepat dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh (metode sunsus) pada anggota suatu populasi. Komponen tumbuh-tunbuhan penyusun suatu vegetasi umunya terdiri dari :
a) Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
b) Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan laun (biasanya pohon atau palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau semi-parasit.
c) Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizome seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizome tersebut keluar tangkai daun.
d) Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus, dan biasanya tinggi, tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
e) Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
f) Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tida lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
g) Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm. Untuk tingkat pohon, dapat dibagi kembali berdasarkan tingkat permudaannya, yaitu :
· Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1,5 m.
· Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
· Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Adapun parameter vegetasi yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
1) Nama jenis (local atau botanis).
2) Jumlah individu setiap jenis untuk meghitung kerapatan.
3) Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap lahan.
4) Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk menghitung volume pohon.
5) Tingga pohon, baik tinggi total (TT) maupun tinggi bebas cabang (TBC), penting untuk mengetahui stratifikasi dan bersama diameter batang diketahui ditaksir ukuran volume pohon.
Macam-macam metode analisis vegetasi
Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendeskripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Syafei, 1990).
Macam-macam metode analisis vegetasi yaitu merode destruktif, metode nondestruktif, metode floristik, dan metode nonfloristik.
1. Metode Destruktif
Metode ini biasanya dilakukan untuk memahami jumlah materi organic yang dapat dihasilkan oleh suatu komunitas tumbuhan. Variabel yang dipakai bisa diproduksi secara primer, maupun biomassa. Dengan demikian dalam pendekatan selalu harus dilakikan penuaian atau berarti melakukan perusakkan terhadap vegetasi tersebut. Metode ini umumnya dilakukan untuk bentuk-bentuk vegetasi sederhana, dengan ukuran luas pencuplikkan antara 1 m2 sampai 5 m2. Penimbangan bisa didasarkan pada beray segar materi hidup atau beray keringnya. Metode ini sangat membantu dalam menentukan kualitas suatu padang rumput dengan usaha pencairan lahan penggembalaan dan sekaligus menentukan kapasitas tampungnya. Pendekatan yang terbaik untuk metode ini adalah secara floristika, yaitu didasarkan pada pengetahuan taksonomi tumbuhan.
2. Metode Nondestruktif
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara pendekatan, yaitu berdasarkan penelaahan organism hidup atau tumbuhan , tidak didasarkan pada taksonominya, sehingga dikenal dengan pendekatan non floristika. Pendekatan lainnya adalag didasarkan pada penelaahan organism tumbuhan secara taksonomi atau pendekatan floristika.
3. Metode Non-Floristika
Telah dikembangkan oleh banyak pakar vegetasi. Seperti Du Rietz (1931), Raunkiaer (1934), dan Dansereau (1951). Yang kemudian diekspresikan oleh Eiten (1968) dan UNESCO (1973). Dansereau membagi dunia tumbuhan berdasarkan berbagai hal, yaitu bentuk hidup, ukuran, fungsi daun, bentuk dan ukuran daun, tekstur daun, dan penutupan. Untuk setiap karakteristik dibagi-bagi dalam sifat yang lebih rinci yag pengungkapannya dinyatakan dala bentuk simbol huruf dan gambar bentuk hidup. Dalam metode ini, vegetasi biasanya dipergunakan dalam pembuatan peta vegetasi dengan skala kecil sampai sedang, dengan tujuan untuk meggambarkan penyebaran vegetasi berdasarkan penutupannya, dan juga masukkan bagi disiplin imu yang lainnya (Syafei, 1990).
Untuk memahami metode non-floristika sebaiknya kita kaji dasar-dasar pemikiran dari beberapa pakar tadi. Pada prinsipnya mereka berusaha mengungkapkan vegetasi berdasarkan bentuk hidupnya, jadi pembagian dunia tumbuhan secara taksonomi sama sekali diabaikan, mereka membuat klasifikasi tersendiri dengan dasar-dasar tersendiri.
4. Metode Floristika
Metode ini didasarkan pada penelaahan organisme tumbuhan secara taksonomi. Metode ini dapat menentukan kekayaan floristika atau keanekaragaman dari berbagai bentuk vegetasi. Penelaahan dilakukan terhadap semua populasi spesies pembentuk masyarakat tumbuhan tersebut, sehingga pemahaman dari setiap jenis tumbuhan secara taksonomi adalah sangat dibutuhkan. Pelaksanaan metode floristik ini sangan ditunjang dengan variabel-variabel yang diperlukan untuk menggambarkan baik struktur maupun komposisi vegetasi, diantaranya adalah :
a. Kerapatan, untuk menggambarkan jumlah individu dari populasi sejenis.
b. Kerimbunan, variabel yang menggambarkan luas daerah yang dikuasai oleh populasi tertentu atau dominasinya.
c. Frekuensi, variabel yang menggambarkan penyebaran dari populasi disuatu kawasan.
Variabel-variabel meripakan salah satu dari beberapa macam variabel yang diperlukan untuk menjelaskan sesuatu yang bersifat kuantitatif, seperti sttifikasi, periodisitas, dan vitalitas. Berbagai metodelogi telah dikembangkan oleh para pakar untuk sampai pada hasil seakurat mungkin, yang tentu disesuakan dengan tujuannya.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
1. Komunitas tumbuhan tertentu sebagai obyek praktikum
2. Tali rafia
3. Meteran gulung
4. Patok
5. Alat tulis
6. Buku identifikasi tumbuhan
B. Cara Kerja
1. Menentukan suatu areal tipe vegetasi yang menjadi obyek untuk dianalisis.
2. Membuat 4 kuadrat dengan ukuran berbeda-beda secara acak. Kotak pengamatan dibuat dengan tali rafia dan patok penahan disetiap pojokan dengan empat kali pengulangan.
3. Mengidentifikasi vegetasi yang masuk dalam kotak pengamatan, yang terdiri dari spesies, jumlah individu dan luas bidang.
4. Menghitung besarnya kerapatan, frekuensi, dominasi dan indeks nilai penting dari masing-masing data vegetasi yang sudah diambil.
5. Membuat laporan ringkas hasil temuan di lapang.
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS DATA
Tabel Kerapatan:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke- | Rata-Rata | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | |||
1. | Akasia | 0.5 | | 0.02 | 0.015 | 0.52 |
2. | Alang-alang | 7.5 | 1.4 | 0.4 | 0.25 | 9.36 |
3. | Putri malu | 0.5 | 1.2 | 0.34 | | 0.51 |
4. | Meniran | 2.5 | | | | 0.625 |
5. | Wedelia | 15 | | | | 3.75 |
6. | Jambu | | 0.24 | 0.1 | 0.0875 | 0.36 |
7 | Kelengkeng | | 0.04 | | | 0.01 |
8. | Kelapa | | 0.08 | 0.01 | 0.0075 | 0.02 |
9. | Pinus | | | 0.07 | 0.01 | 0.02 |
10. | Salak | | | 0.01 | 0.0025 | 0.0031 |
11. | Rambutan | | | 0.01 | 0.005 | 0.0037 |
12. | Talas | | | 0.04 | | 0.01 |
13. | Dadap | | | | 0.06 | 0.015 |
14. | Temu Lawak | | | | 0.0025 | 0.000625 |
15. | Bambu | | | | 0.0175 | 0.0043 |
16. | Mangga | | | | 0.0025 | 0.000625 |
Tabel Kerapatan Relatif:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke-(%) | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | ||
1. | Akasia | 1.92 | | 1.98 | 2.97 |
2. | Alang-alang | 28.84 | 47.3 | 39.6 | 49.5 |
3. | Putri malu | 1.92 | 40.54 | 34.65 | |
4. | Meniran | 9.61 | | | |
5. | Wedelia | 57.69 | | | |
6. | Jambu | | 8.1 | 9.9 | 17.32 |
7 | Kelengkeng | | 1.35 | | |
8. | Kelapa | | 2.7 | 0.99 | 1.48 |
9. | Pinus | | | 6.93 | 1.98 |
10. | Salak | | | 0.99 | 0.49 |
11. | Rambutan | | | 0.99 | 0.99 |
12. | Talas | | | 3.96 | |
13. | Dadap | | | | 11.88 |
14. | Temu Lawak | | | | 0.45 |
15. | Bambu | | | | 3.46 |
16. | Mangga | | | | 0.49 |
Tabel Kerimbunan:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke-(%) | Rata-Rata | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | |||
1. | Akasia | 4.75 | | 0.21 | 0.095 | 1.26 |
2. | Alang-alang | | | | | |
3. | Putri malu | | | | | |
4. | Meniran | | | | | |
5. | Wedelia | | | | | |
6. | Jambu | | | | | |
7 | Kelengkeng | | | | | |
8. | Kelapa | | 0.92 | 0.27 | 0.067 | 0.31 |
9. | Pinus | | | 0.34 | 0.087 | 0.10 |
10. | Salak | | | | | |
11. | Rambutan | | | 0.42 | 0.077 | 0.12 |
12. | Talas | | | | | |
13. | Dadap | | | | 0.092 | 0.023 |
14. | Temu Lawak | | | | | |
15. | Bambu | | | | | |
16. | Mangga | | | | 0.082 | 0.020 |
Tabel Kerimbunan Relatif:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke-(%) | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | ||
1. | Akasia | 100 | | 16.93 | 19 |
2. | Alang-alang | | | | |
3. | Putri malu | | | | |
4. | Meniran | | | | |
5. | Wedelia | | | | |
6. | Jambu | | | | |
7 | Kelengkeng | | | | |
8. | Kelapa | | 100 | 21.77 | 13.4 |
9. | Pinus | | | 27.41 | 17.4 |
10. | Salak | | | | |
11. | Rambutan | | | 33.87 | 15.4 |
12. | Talas | | | | |
13. | Dadap | | | | 18.4 |
14. | Temu Lawak | | | | |
15. | Bambu | | | | |
16. | Mangga | | | | 16.4 |
Tabel Frekuensi:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke- | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | ||
1. | Akasia | ü | | ü | ü |
2. | Alang-alang | ü | ü | ü | ü |
3. | Putri malu | ü | ü | ü | ü |
4. | Meniran | ü | | | |
5. | Wedelia | ü | | | |
6. | Jambu | | ü | ü | ü |
7 | Kelengkeng | | ü | | |
8. | Kelapa | | ü | ü | ü |
9. | Pinus | | | ü | ü |
10. | Salak | | | ü | ü |
11. | Rambutan | | | ü | ü |
12. | Talas | | | ü | |
13. | Dadap | | | | ü |
14. | Temu Lawak | | | | ü |
15. | Bambu | | | | ü |
16. | Mangga | | | | ü |
Tabel Frekuensi Relatif:
No | Jenis Tumbuhan | F | FR (%) |
1. | Akasia | 0.75 | 9.67 |
2. | Alang-alang | 1 | 12.90 |
3. | Putri malu | 1 | 12.90 |
4. | Meniran | 0.25 | 3.22 |
5. | Wedelia | 0.25 | 3.22 |
6. | Jambu | 0.75 | 9.67 |
7 | Kelengkeng | 0.25 | 3.22 |
8. | Kelapa | 0.75 | 9.67 |
9. | Pinus | 0.5 | 6.45 |
10. | Salak | 0.5 | 6.45 |
11. | Rambutan | 0.5 | 6.45 |
12. | Talas | 0.25 | 3.22 |
13. | Dadap | 0.25 | 3.22 |
14. | Temu Lawak | 0.25 | 3.22 |
15. | Bambu | 0.25 | 3.22 |
16. | Mangga | 0.25 | 3.22 |
Tabel Indeks Nilai Penting:
No | Jenis Tumbuhan | Plot ke-(%) | |||
1 (2X2) | 2 (5X5) | 3 (10X10) | 4 (20X20) | ||
1. | Akasia | 111.59 | | 28.58 | 31.64 |
2. | Alang-alang | 41.74 | 60.2 | 52.5 | 62.4 |
3. | Putri malu | 14.82 | 53.44 | 47.55 | 12.9 |
4. | Meniran | 12.83 | | | |
5. | Wedelia | 60.91 | | | |
6. | Jambu | 9.67 | 17.77 | 19.57 | 26.99 |
7 | Kelengkeng | | 4.57 | | |
8. | Kelapa | 9.67 | 112.37 | 32.43 | 24.55 |
9. | Pinus | | | 40.78 | 25.83 |
10. | Salak | | | 7.44 | 6.94 |
11. | Rambutan | | | 41.31 | 22.84 |
12. | Talas | | | 7.18 | |
13. | Dadap | | | | 33.55 |
14. | Temu Lawak | | | | 3.67 |
15. | Bambu | | | | 3.68 |
16. | Mangga | | | | 20.11 |
No | Nama Jenis Lokal | Nama Jenis Ilmiah | Jumlah Individu | Ket |
| Petak 2X2 | | | |
1. | Akasia | Acacia auriculiformis | 2 | Tiang |
2. | Alang-alang | Imperata clyndrica | 30 | Semai |
3. | Putri Malu | Mimosa pudica | 2 | Semai |
4. | Meniran | Phyllantus niruri | 10 | Semai |
5. | Wedelia | Wedelia trilobata | 60 | Semai |
| | | | |
| Petak 5X5 | | | |
1. | Jambu | Psidium guava | 6 | Semai |
2. | Kelengkeng | Euphiora longana | 1 | Semai |
3. | Kelapa | Cocos nucifera | 2 | Tiang |
4. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 35 | Semai |
5. | Putri Malu | Mimosa Pudica | 30 | Semai |
| | | | |
| Petak 10X10 | | | |
1. | Pinus | Pinus mirkusii | 7 | Tiang |
2. | Salak | Salacca zalacca | 1 | Pancang |
3. | Akasia | Acacia aurculiformis | 2 | Tiang |
4. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 40 | Semai |
5. | Kelapa | Cocos nucifera | 1 | Tiang |
6. | Rambutan | Nephelium lappaceum | 1 | Tiang |
7. | Talas | Colocasia gigantea | 4 | Semai |
8. | Jambu | Psidium guava | 10 | Semai |
9. | Putri Malu | Mimosa pudica | 35 | Semai |
| | | | |
| Petak 20X20 | | | |
1. | Dadap | Erythrina lithosperma | 24 | Tiang |
2. | Kelapa | Cocos nicifera | 3 | Tiang |
3. | Rambutan | Nephelium lappoceum | 2 | Tiang |
4. | Pinus | Pinus merkisii | 4 | Tiang |
5. | Akasia | Acacia auriculiformis | 6 | Tiang |
6. | Temu Lawak | Curcurma xanthorrhiza | 1 | Semai |
7. | Jambu | Psidium guava | 35 | Semai |
8. | Bambu | Asparagus cochinchinensis | 7 | Pancang |
9. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 100 | Semai |
10. | Mangga | Mangifera indica | 1 | Tiang |
11. | Salak | Salacca zalacca | 1 | Semai |
B. Pembahasan
Praktikum ini mengenai analisis vegetasi dengan metode kuadran dimana pada metode ini menggunakan titik kuarter untuk menghitung jarak dari pengamat ke pohon. Metode ini biasa digunakan untuk vegetasi berbentuk hutan atau vegetasi kompleks lainnya.
Praktikum ini dilaksanakan tanggal 21 Juni pada sekitar pukul 08.30 WIB dengan kondisi cuaca cerah. Praktikum ini bertujuan supaya mahasiswa dapat mengetahui vegetasi penyusun komunitas yang diamati serta menghitung kerapatan, kerimbunan, frekuensi dan nilai penting.. Pada praktikum ini mahasiswa dibagi menjadi 2 rombongan. Rombongan pertama melakukan analisis vegetasi di dekat lapangan perkemahan sedangkan rombongan kedua melakukan analisis vegetasi pada lahan di dekat danau. Analisis vegetasi dilakukan pada 4 plot dengan ukuran masing- masing 2x2 m, 5x5 m, 10x10 m, dan 20x20 m. Dalam satu kuadran hanya didaftarkan satu jenis dari vegetasi pohon (termasuk didalamnya kategori semai, pancang, tiang dan pohon), yang jaraknya paling dekat dengan titik pusat kuadran.
Analisis vegetasi adalah suatu cara mempelajari susunan dan atau komposisi vegetasi secara bentuk (struktur) vegetasi dari tumbuh-tumbuhan. Unsur struktur vegetasi adalah bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan tajuk. Untuk keperluan analisis vegetasi diperlukan data-data jenis, diameter dan tinggi untuk menentukan indeks nilai penting dari penvusun komunitas hutan tersebut. Dengan analisis vegetasi dapat diperoleh informasi kuantitatif tentang struktur dan komposisi suatu komunitas tumbuhan (Greig-Smith, 1983).
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan: 1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya. 2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
Pengamatan vegetasi yang telah dilakukan pada vegetasi hutan dengan luasan petak contoh yang berbeda masing- masing adalah :
No | Nama Jenis Lokal | Nama Jenis Ilmiah | Jumlah Individu | Ket |
| Petak 2X2 | | | |
1. | Akasia | Acacia auriculiformis | 2 | Tiang |
2. | Alang-alang | Imperata clyndrica | 30 | Semai |
3. | Putri Malu | Mimosa pudica | 2 | Semai |
4. | Meniran | Phyllantus niruri | 10 | Semai |
5. | Wedelia | Wedelia trilobata | 60 | Semai |
| | | | |
| Petak 5X5 | | | |
1. | Jambu | Psidium guava | 6 | Semai |
2. | Kelengkeng | Euphiora longana | 1 | Semai |
3. | Kelapa | Cocos nucifera | 2 | Tiang |
4. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 35 | Semai |
5. | Putri Malu | Mimosa Pudica | 30 | Semai |
| | | | |
| Petak 10X10 | | | |
1. | Pinus | Pinus mirkusii | 7 | Tiang |
2. | Salak | Salacca zalacca | 1 | Pancang |
3. | Akasia | Acacia aurculiformis | 2 | Tiang |
4. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 40 | Semai |
5. | Kelapa | Cocos nucifera | 1 | Tiang |
6. | Rambutan | Nephelium lappaceum | 1 | Tiang |
7. | Talas | Colocasia gigantea | 4 | Semai |
8. | Jambu | Psidium guava | 10 | Semai |
9. | Putri Malu | Mimosa pudica | 35 | Semai |
| | | | |
| Petak 20X20 | | | |
1. | Dadap | Erythrina lithosperma | 24 | Tiang |
2. | Kelapa | Cocos nicifera | 3 | Tiang |
3. | Rambutan | Nephelium lappoceum | 2 | Tiang |
4. | Pinus | Pinus merkisii | 4 | Tiang |
5. | Akasia | Acacia auriculiformis | 6 | Tiang |
6. | Temu Lawak | Curcurma xanthorrhiza | 1 | Semai |
7. | Jambu | Psidium guava | 35 | Semai |
8. | Bambu | Asparagus cochinchinensis | 7 | Pancang |
9. | Alang-alang | Imperata cylindrica | 100 | Semai |
10. | Mangga | Mangifera indica | 1 | Tiang |
11. | Salak | Salacca zalacca | 1 | Semai |
Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi umbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi, dispersal, dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.
Menurut Marpaung Andre (2009), prinsip penentuan ukuran petak adalah petak harus cukup besar agar individu jenis yang ada dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian. Karena titik berat analisa vegetasi terletak pada komposisi jenis dan jika kita tidak bisa menentukan luas petak contoh yang kita anggap dapat mewakili komunitas tersebut, maka dapat menggunakan teknik Kurva Spesies Area (KSA). Dengan menggunakan kurva ini, maka dapat ditetapkan : (1) luas minimum suatu petak yang dapat mewakili habitat yang akan diukur, (2) jumlah minimal petak ukur agar hasilnya mewakili keadaan tegakan atau panjang jalur yang mewakili jika menggunakan metode jalur.
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi yang menggunakan petak contoh. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal tersebut, makin luas kurva spesies areanya. Bentuk luasan kurva spesies area dapat berbentuk bujur sangkar, empat persegi panjang dan dapat pula berbentuk lingkaran.
Beberapa sifat yang terdapat pada individu tumbuhan dalam membentuk populasinya, dimana sifat – sifatnya bila di analisa akan menolong dalam menentukan struktur komunitas. Sifat – sifat individu ini dapat dibagi atas dua kelompok besar, dimana dalam analisanya akan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuantitatif meliputi : distribusi tumbuhan (frekuensi), kerapatan (density), atau banyaknya (abudance).
Komponen tumbuh-tumbuhan penyusun suatu vegetasi umumnya terdiri dari (Andre, 2009) :
· Belukar (Shrub) : Tumbuhan yang memiliki kayu yang cukup besar, dan memiliki tangkai yang terbagi menjadi banyak subtangkai.
· Epifit (Epiphyte) : Tumbuhan yang hidup dipermukaan tumbuhan lain (biasanya pohon dan palma). Epifit mungkin hidup sebagai parasit atau hemi-parasit.
· Paku-pakuan (Fern) : Tumbuhan tanpa bunga atau tangkai, biasanya memiliki rhizoma seperti akar dan berkayu, dimana pada rhizoma tersebut keluar tangkai daun.
· Palma (Palm) : Tumbuhan yang tangkainya menyerupai kayu, lurus dan biasanya tinggi; tidak bercabang sampai daun pertama. Daun lebih panjang dari 1 meter dan biasanya terbagi dalam banyak anak daun.
· Pemanjat (Climber) : Tumbuhan seperti kayu atau berumput yang tidak berdiri sendiri namun merambat atau memanjat untuk penyokongnya seperti kayu atau belukar.
· Terna (Herb) : Tumbuhan yang merambat ditanah, namun tidak menyerupai rumput. Daunnya tidak panjang dan lurus, biasanya memiliki bunga yang menyolok, tingginya tidak lebih dari 2 meter dan memiliki tangkai lembut yang kadang-kadang keras.
· Pohon (Tree) : Tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Untuk tingkat pohon dapat dibagi lagi menurut tingkat permudaannya, yaitu :
· Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari 1.5 m.
· Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1.5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.
· Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Analisis vegetasi dapat digunakan untuk mempelajari susunan dan bentuk vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan: 1) Mempelajari tegakan hutan, yaitu pohon dan permudaannya. 2) Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat kami simpulkan bahwa:
1. Komposisi vegetasi tumbuhan dari Analisis vegetasi dengan metode kuadran adalah akasia,alang-alang,putrimalu,meniran,wedelia,jambu,kelengkeng,kelapa,pinus, salak,rambutan,talas,dadap,temulawak,bambu, dan mangga.
2. Total data yang di peroleh adalah sebagai berikut:
Kerapatan total sebesar 15.21,kerimbunan total sebesar 2.013,frekuensi total sebesar 7.75, dan indesk nilai penting sebesar 265.43%.
DAFTAR PUSTAKA
Andre. M. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi.
http://boymarpaung.wordpress.com/2009/04/20/apa-dan-bagaimana mempelajari analisa-vegetasi/. Diakses pada 30 Maret 2012
Hardjosuwarn, Sunarto, 1990. Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan Fak.Biologi UGM : Yogyakarta
Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus borneensis Becc). Kelompok Hutan Gelawan Kampar: Riau
Heriyanto, N.M dan Garsetiasih, R. 2004. Potensi Pohon Kulim (Scorodocarpus Borneensis Beec). Kelompok Hutan Gelawan Kampar : Riau
Jumin, Hasan Basri. 1992. Ekologi Tanaman. Rajawali Press : Jakarta
Kimmins, J.P. 1987. Forest Ecology. New York: Macmillan Publishing Co.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian: Bogor
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Michael, P. 1995. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium.
UI Press : Jakarta.
Rohman, F dan I Wayan S. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. JICA : Malang.
Soerianegara, I dan Indrawan, A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. IPB : Bogor.
Suprianto, Bambang. 2001. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. UPI : Bandung
Tidak ada komentar :
Posting Komentar